Blog Archive

About Me

Foto Saya
Rhizophora
Rhizophora, Lembaga Studi dan Pengembangan Lingkungan adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada pengkajian dan pengembangan lingkungan terutama di bidang sumber daya alam dan konservasi lingkungan. Rhizophora didirikan untuk merespon berbagai isu lingkungan yang sedang berkembang dan juga memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Rhizophora memperluas jangkauannya pada pelbagai kelompok di luar lembaga seperti instansi pemerintah terkait, LSM, organisasi penjaga lingkungan, organisasi mahasiswa, lembaga penelitian & pengabdian kepada masyarakat perguruan tinggi, swasta, dll.
Lihat profil lengkapku
Sabtu, 08 Agustus 2009

PULAU SEMPU

Cagar Alam yang Siap Menangis !!!



Words by Hafid Z.M (DKP)

Pantai Semut, Minggu, 19 Juli 2009......

Pantai Semut ini adalah satu dari beberapa titik pintu masuk menuju kawasan Cagar Alam Pulau Sempu. Lebih kurang 10 perahu penyebrangan mendarat di pantai ini dalam waktu satu jam, perahu-perahu tersebut berpenumpang antara 10 sampai dengan 15 orang. Dengan tingginya traffic perahu penyebrangan dalam satu hari menunjukkan tingginya pengunjung yang memasuki Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu. Pengunjung yang hanya sekedar wisatawan, pelajar, maupun pecinta alam dengan bebas dapat memasuki kawasan cagar alam tersebut, bahkan beberapa adalah satu keluarga lengkap dengan anak-anak. Biasanya para pengunjung ini menginap antara satu sampai dengan dua malam. Mereka mendirikan kamp di beberapa spot menarik, seperti Segara Anakan, Pantai Pasir Panjang, Telaga Lele, Telaga Sat, maupun di Pantai Waru-waru.

Apabila dilihat dari sisi yuridis dan histori, Pulau Sempu merupakan kawasan yang telah ditetapkan menjadi sebuah kawasan cagar alam berdasarkan SK. GB No 46 Stbl. 1928 No. 69 Tahun 1928, dengan luas mencapai 877 Ha. Pulau Sempu ini terletak dalam wilayah administratif Kabupaten Malang, tepatnya di Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Sebagai suatu kawasan Cagar Alam, kawasan ini sepenuhnya merupakan wewenang dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Propinsi Jawa Timur.

Penetapan Pulau Sempu sebagai kawasan Cagar Alam didasarkan kepada potensi kekayaan hayatinya (flora dan fauna) dan keadaan alamnya yang khas. Dikatakan cagar alam merupakan kawasan yang umumnya kecil, dengan habitat rapuh yang tidak terganggu oleh kepentingan pelestarian yang tinggi, memiliki keunikan alam, habitat spesies langka, da lain-lain, sehingga kawasan ini memerlukan perlindungan yang mutlak. Bertolak dari ini merupakan suatu kebanggaan kita bahwa kita memiliki kawasan unik tersebut yaitu Pulau Sempu. Dengan biodiversitas tinggi, kekomplekan tipe-tipe ekosistem, dan keunikan keadaan alam, sampai dengan waktu ini masih tetap eksis menjadi salah satu kawasan cagar alam yang akan mendapatkan perlindungan secara mutlak.

Akan tetapi, kebanggaan kita ini akan sedikit terusik dengan apa yang telah kita saksikan. Dengan meningkatnya jumlah pengunjung kawasan, jaminan kelestarian kawasan perlu untuk dipertanyakan. Dalam Undang-undang No 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam, disebutkan bahwa kawasan Cagar Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan: a) penelitian dan pengembangan; b) ilmu pengetahuan; c) pendidikan; dan d) kegiatan penunjang budidaya.

Dari sini jelas, peruntukan untuk wisata dalam kawasan cagar alam tidak dibenarkan dan tidak diperbolehkan. Pada kenyataannya, ditemukan fakta menarik yang terjadi, bahwa cukup banyak pengunjung yang diperkenankan memasuki kawasan cagar alam (dalam hal ini Pulau Sempu). Para pengunjung yang memiliki berbagai tujuan untuk masuk kedalam kawasan secara mudah mendapatkan akses untuk masuk kedalam kawasan. Telah kita ketahui dalam memasuki suatu kawasan perlindungan, kita memerlukan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) sesuai peraturan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Kawasan Konservasi Alam No. SK 192/IV-Set/Ho/2006. Tetapi tanpa memegang SIMAKSI ini pengunjung dengan mudah memasuki kawasan Cagar Alam hanya dengan membayar tiket masuk terhadap petugas dari pemegang kawasan.

Selama ini para pengunjung Cagar Alam Pulau Sempu baik yang bermalam (camping) maupun tidak bermalam samasekali tidak mendapatkan batasan-batasan yang menyangkut upaya pelestarian cagar alam, semisal perusakan tumbuh-tumbuhan yang berada dalam kawasan hutan dan sampah-sampah anorganik yang dibuang sembarangan. Perlu menjadi catatan dengan semakin banyak pengunjung kawasan, ancaman dampak kerusakan akan semakin lebih besar. Tingginya aktivitas kegiatan tanpa batas berdampak terhadap keseimbangan dan keterdukungan alam terhadap kelestarian biodiversitas yang ada. Mulai dari sampah yang dihasilkan, sampai dengan konsumsi fauna yang ada dalam kawasan serta pembuatan jebakan hewan sampai saat ini masih terus terjadi tanpa ada peringatan maupun kebijakan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Mungkin menjadi kebiasaan bagi kita, bahwa kita baru akan tersadar setelah apa yang kita punyai telah hilang dari kita.

Daya dukung lingkungan kawasan kawasan cagar alam yang memiliki ekosistem rapuh ini terancam di masa yang akan datang. Konsep pengelolaan yang setengah-setengah menjadi bumerang yang menjadi ancaman dalam kelestarian keanekaragaman hayati yang ada. Telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.14/Menhut-II/2007 tentang Tata Cara Evaluasi Fungsi Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru, bahwa perlu dilakukan evaluasi terhadap kawasan suaka alam dan pelestarian alam, termasuk juga kawasan Cagar Alam. Pada pasal 14 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.14/Menhut-II/2007 tersebut menyebutkan beberapa aspek yang perlu untuk dievaluasi yaitu a) Keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya; b) Keterwakilan formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunannya; c) Kondisi alam, baik biota maupun fisik yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; d) Luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; e) Ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan f) Komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau keberadaannya terancam punah.

Bertolak dari uraian singkat yang terpapar diatas, timbul pertanyaan dalam diri kita, akankah kita biarkan biodiversitas yang merupakan satu dari ribuan kekayaan tanah air ini akan punah tanpa dapat ditemui lagi oleh generasi penerus kita yang akan datang?

0 komentar: