Blog Archive

About Me

Foto Saya
Rhizophora
Rhizophora, Lembaga Studi dan Pengembangan Lingkungan adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada pengkajian dan pengembangan lingkungan terutama di bidang sumber daya alam dan konservasi lingkungan. Rhizophora didirikan untuk merespon berbagai isu lingkungan yang sedang berkembang dan juga memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Rhizophora memperluas jangkauannya pada pelbagai kelompok di luar lembaga seperti instansi pemerintah terkait, LSM, organisasi penjaga lingkungan, organisasi mahasiswa, lembaga penelitian & pengabdian kepada masyarakat perguruan tinggi, swasta, dll.
Lihat profil lengkapku
Kamis, 16 Oktober 2008

Estuaria

Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan

A. Kondisi Ekologis Estuaria

1. Definisi dan Tipe Estuaria

Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan daerah percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuaria merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, tetapi terlindung dari pengaruh gelombang laut (Kasim, 2005). Menurut Bengen, 2002 dan Pritchard, 1976 dalam Tiwow (2003), estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar.

Pencampuran air laut dan air tawar mempunyai pola pencampuran yang khusus. Berdasarkan pola percampuran air laut, secara umum terdapat 3 model estuaria yang sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi , kedalaman dan pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan sangat berbeda khususnya yang bersumber dari air sungai (Kasim, 2005). Berikut ini pola pencampuran air laut dan air tawar (Kasim, 2005).

  1. Pola dengan dominasi air laut (Salt wedge estuary) yang ditandai dengan desakan dari air laut pada lapisan bawah permukaan air saat terjadi pertemuan antara air sungai dan air laut. Salinitas air dari estuaria ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan salinitas yang lebih rendah di banding lapisan bawah yang lebih tinggi.

  1. Pola percampuran merata antara air laut dan air sungai (well mixed estuary). Pola ini ditandai dengan pencampuran yang merata antara air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi secara vertikal, tetapi stratifikasinya dapat secara horizontal yang derajat salinitasnya akan meningkat pada daerah dekat laut.

  1. Pola dominasi air laut dan pola percampuran merata atau pola percampuran tidak merata (Partially mixed estuary). Pola ini akan sangat labil atau sangat tergantung pada desakan air sungai dan air laut. Pada pola ini terjadi percampuran air laut yang tidak merata sehingga hampir tidak terbentuk stratifikasi salinitas baik itu secara horizontal maupun secara vertikal.

  1. Pada beberapa daerah estuaria yang mempunyai topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri yang lebih unik. Pola ini cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut mempunyai topografi dengan bentukan yang menonjol membetuk semacam lekukan pada dasar estuaria. Tonjolan permukaan yang mencuat ini dapat menstagnankan lapisan air pada dasar perairan sehingga, terjadi stratifikasi salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat turbulensi dasar yang hingga salinitas dasar perairan cenderung tetap dengan salinitas yang lebih tinggi.

Pencampuran air laut dan air tawar membuat estuaria sebagai lingkungan yang mempunyai unik daripada lingkungan lainnya. Keunikan tersebut, yaitu (Tiwow, 2003):

  1. Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-suru yang berlawanan menyebabkan pengaruh kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.

  2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.

  3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas di dalamnya melakukan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.

  4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.

Berdasarkan geomorfologi estuaria, sejah geologi daerah, dan keadaan iklim yang berbeda, maka terdapat beberapa tipe estuaria. Tipe-tipe estuaria tersebut, yaitu (Nybakken, 1988):

  1. Estuaria daratan pesisir (coastal plain estuary). Pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang menggenangi sungai di bagian pantai yang landai (Tiwow, 2003). Contoh estuaria daratan pesisir, yaitu di Teluk Chesapeake, Maryland dan Charleston, Carolina Selatan (ONR, tanpa tahun).


  1. Estuaria tektonik. Terbentuk akibat aktivitas tektonik (gempa bumi atau letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang (Tiwow, 2003). Contohnya Teluk San Fransisco di California (ONR, tanpa tahun).


  1. Gobah atau teluk semi tertutup. Terbentuk oleh adanya beting pasir yang terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut (Tiwow, 2003). Contohnya di sepanjang pantai Texas dan pantai Teluk Florida.


  1. Fjord merupakan estuaria yang dalam, terbentuk oleh aktivitas glesier yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut (Tiwow, 2003). Contohnya di Alaska, Kanada, Norwegia.


Menurut Nybakken (1988), estuaria juga dapat dikelompokkan berdasarkan kondisi salinitasnya yaitu estuaria positif dan estuaria negatif. Estuaria positif atau estuaria baji garam membentuk suatu kesinambungan mulai dari estuaria dengan sedikit pencampuran dan baji garam yang sangat menonjol, tidak mencolok atau menonjol, sampai homogen atau sempurna karena menghasilkan salinitas yang sama secara vertikal dari permukaan sampai ke dasar pada setiap titik. Estuaria negatif dibentuk dari air laut yang dating, masuk ke permukaan, dan sedikit mengalami pengenceran karena pencampuran dengan denga air tawar yang jumlahnya sedikit. Kecepatan penguapan pada estuaria ini tinggi sehingga air permukaan menjadi hipersalin.

2.Sifat Fisik Estuaria
  1. Salinitas

Salinitas di estuaria dipengaruhi oleh musim, topografi estuaria, pasang surut, dan jumlah air tawar. Pada saat pasang-naik, air laut menjauhi hulu estuaria dan menggeser isohaline ke hulu. Pada saat pasang-turun, menggeser isohaline ke hilir. Kondisi tersebut menyebabkan adanya daerah yang salinitasnya berubah sesuai dengan pasang surut dan memiliki fluktuasi salinitas yang maksimum (Nybakken, 1988).

Rotasi bumi juga mempengaruhi salinitas estuaria yang disebut dengan kekuatan Coriolis. Rotasi bumi membelokkan aliran air di belahan bumi. Di belahan bumi utara, kekuatan coriolis membelokkan air tawar yang mengalir ke luar sebelah kanan jika melihat estuaria ke arah laut dan air asin mengalir ke estuaria digeser ke kanan jika melihar estuaria dari arah laut. Pembelokkan aliran air di belahan bumi selatan adalah kebalikan dari belahan bumi utara (Nybakken, 1988).

Salinitas juga dipengaruhi oleh perubahan penguapan musiman. Di daerah yang debit air tawar selama setengah tahun, maka salinitasnya menjadi tinggi pada daerah hulu. Jika aliran air tawar naik, maka gradient salinitas digeser ke hilir ke arah mulut estuaria (Nybakken, 1988). Pada estuaria dikenal dengan air interstitial yang berasal dari air berada di atas substrat estuaria. Air interstitial, lumput dan pasir bersifat buffer terhadap air yang terdapat di atasnya. Daerah intertidal bagian atas (ke arah hulu) mempunyai salinitas tinggi daripada daerah intertidal bagian bawah (ke arah hilir).

  1. Substrat

Dominasi substart pada estuaria adalah lumpur yang berasal dari sediment yang dibawa ke estuaria oleh air laut maupun air tawar. Sungai membawa partikel lumpur dalam bentuk suspensi. Ion-ion yang berasal dari air laut menyebabkan partikel lumput menjadi menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar, lebih berat, dan mengendap membentuk dasar lumur yang khas. Partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel kecil. Arus kuat mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama daripada arus lemah sehingga substrat pada tempat yang arusnya kuat menjadi kasar (pasir atau kerikil) dan tempat yang arusnya lemah mempunyai substrat dengan partikel kecil berupa lumpur halus. Partikel yang mengendap di estuaria bersifat organik sehingga substart menjadi kaya akan bahan organik (Nybakken, 1988).

  1. Suhu

Suhu air di estuaria lebih bervariasi daripada suhu air di sekitarnya karena volume air estuaria lebih kecil daripada luas permuakaan yang lebih besar. Hal tersebut menyebabkan air estuaria menjadi lebih cepat panas dan cepat dingin. Suhu air tawar yang dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman juga menyebabkan suhu air estuaria lebih bervariasi. Suhu esturia lebih rendah saat musim dingin dan lebih tinggi saat musim panas daripada daerah perairan sekitarnya. Suhu air estuaria juga bervariasi secara vertikal. Pada estuaria positif memperlihatkan bahwa pada perairan permukaan didominasi oleh air tawar, sedangkan untuk perairan dalam didominasi oleh air laut (Nybakken, 1988).

  1. Aksi ombak dan arus

Perairan estuaria yang dangkal menyebabkan tidak terbentuknya ombak yang besar. Arus di estuaria disebabkan oleh pasang surut dan aliran sungi. Arus biasanya terdapat pada kanal. Jika arus berubah posisi, kanal baru menjadi cepat terbentuk dan kanal lama menjadi tertutup (Nybakken, 1988).

  1. Kekeruhan

Besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuaria pada waktu tertentu dalam setahun menyebabkan air menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi saat aliran sungai maksimum dan kekeruhan minimum di dekat mulut estuaria (Nybakken, 1988).

  1. Oksigen

Kelarutab oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen dalam air akan bervariasi. Oksigen sangat berkurang di dalam substrat. Ukuran partikel sediment yang halus membatasi pertukaran antara air interstitial dengan kolom air di atasnya, sehingga oksigen menjadi sangat cepat berkurang (Nybakken, 1988).


3. Plankton Estuaria

Estuaria mempunyai jumlah spesies plankton yang sedikit. Fitoplankton yang dominant di estuaria adalah diatom dan dinoflagellata. Genera diatom yang biasanya ditemui, yaitu Skeletonema, Asterionella, Chaetoceros, Nitzchia, Thalassionema, dan Melosira. Genera dinoflagellata yang sering dijumpai, yaitu Gymnnodnium, Gonyaulax, Peridinium, dan Ceratium. Kekeruhan yang tinggi dan cepatnya pergantian air menyebabkan jumlah fitoplankton dan produktivitas menjadi terbatas. Jumlah plankton dan produktivitas relative tinggi terjadi pada estuaria yang tingkat kekeruhannya rendah dan pergantian airnya lama.

Keberadaan zooplankton di estuaria dipengaruhi oleh jumlah fitoplankton. Gradien salinitas ke arah hulu estuaria juga mempengaruhi komposisi spesies zooplankton. Zooplankton estuaria terdapat pada estuaria yang lebih besar dan lebih stabil dengan gradient salinitas yang tidak terlalu bervariasi. Estuaria yang dangkal dengan cepat mengalami pergantian air didominasi oleh zooplankton laut yang terbawa oleh pasang surut. Zooplankton estuaria terdiri dari genera kopepoda Eurytemora, Acartia, Pseudodiaptomus, dan Centropages; misid tertentu misalnya genera Neomysis, Praunus, dan Mesopodopsis; dan amfipoda tertentu misalnya Gammarus (Nybakken, 1988).


4. Fauna Estuaria

Fauna estuaria terdiri dari fauan laut, air tawar, dan estuaria. Spesies estuaria sangat sedikit karena fluktuasi kondisi lingkungan seperti salinitas dan suhu air yang sangat besar. Hal tersebut menyebabkan hanya beberapa spesies saja yang mempunyai fisiologi khusus yang dapat bertahan hidup di estuaria. Fauna estuaria biasanya berasal dari laut. Fauna air tawar tidak dapat mentolerir kondisi lingkungan terutama kenaikan salinitas, sedangkan fauna air laut dapat mentolerir penurunan salinitas. Oleh karena itu mayoritas fauna yang terdapat di estuaria adalah binatang laut.

Contoh fauna estuaria yang sebenarnya, yaitu Nereis diversicolor, Crassostrea, Ostrea, Scrobicularia plana, Macoma balthica, Rangia flexuosa, Hydrobia, dan Palaemonetes. Hewan-hewan tersebut dapat hidup pada salinitas antara 5 0/00 dan 30 0/00. Selain itu, juga terdapat fauna peralihan karena beberapa aktivitas hidup dilakukan di estuaria, seperti mencari makan. Contoh hewan yang migrasi melewati estuaria ke daerah pemijahan, yaitu ikan salem (Salmo, Onchorhynchus) dan belut laut (Anguilla). Sedangkan contoh hewan yang sebagian daur hidupnya di estuaria, biasanya fase juvenil di estuaria dan fase dewasa di laut, yaitu udang damili Penaeidae (Penaeus setiferus, P. aztecus, P. duorarum) (Nybakken, 1988).

5. Vegetasi Estuaria

Flora yang terdapat di estuaria juga sedikit karena substart berupa lumpur dan terendam sehingga makroalga tidak dapat melekat. Tingkat kekeruhan yang cukup tinggi juga menyebabkan cahaya hanya menembus sampai lapisan yang dangkal. Daerah hilir estuaria dan di bawah tingkat pasang surut rata-rata dapat ditemui padang rumput-rumputan laut seperti Zostera, Thalassia, dan Cymodocea. Dataran lumpur intertidal ditumbuhi alga hijau yang bersifata musiman, yaitu genera Ulva, Enteromorpha, Chaeromorpha, dan Cladophora. Untuk daerah estuaria yang sangat keruh didominasi oleh tumbuhan mencuat yang merupakan tumbuhan berbunga berumur panjang dengan akar menancap di daerah intertidal bagian atas. Contohnya adalah Spartina dan Salicornia (Nybakken, 1988).

Gambar 13. Contoh-Contoh Tumbuhan Estuaria (Hinterland Who’s Who, 1993).

Gambar 14. Alga Estuaria yang Khas (Nybakken, 1988)


6. Adaptasi Morfologi Fisiologi, Tingkah Laku Organisme Estuaria

Perubahan morfologis pada organisme estuaria, yaitu ukuran badan yang lebih kecil daripada kerabatnya, jumlah ruas tulang penggung ikan juga berkurang, hewan yang hidup di daerah berlumpur mempunyai rumbai-rumbai halus untuk menjaga jalan masuk ke ruangan pernapasan agar tidak tersumbat partikel lumpur. Hewan estuaria yang berasal dari laut mempunyai kecepatan perkembangbiakan yang lebih rendah dan penurunan kesuburan. Sedangkan untuk hewan yang berasal dari air tawar biasanya steril.

Binatang estuaria pada umumnya termasuk organisme osmoregulator karena mampu hidup pada keadaan dengan konsentrasi garam internal yang berfluktuasi. Di daerah tropis yang suhu airnya lebih tinggi dengan perbedaan suhu air tawar dan air laut tidak terlalu berbeda, banyak ditemukan spesies estuaria yang banyak.

Binatang estuaria selain melakukan adaptasi morfologi dan fisiologi, juga melakukan adaptasi tingkah laku. Binatang estuaria berada di dalam lumpur untuk mengurangi perubahan salinitas dan suhu, serta untuk melindungi diri dari predator yang hidup di permukaan substrat atau di air. Adaptasi tingkah laku yang biasanya juga dilakukan oleh organisme estuaria adalah bergerak ke hulu atau ke hilir estuaria agar organisme tetap berada pada daerah yang mengalami perubhan salinitas rendah. Salah satu contoh adaptasi tingkah laku adalah kepiting estuaria yang migrasi ke laut saat melakukan pemijahan (Nybakken, 1988).


7. Produktivitas dan Bahan Organik di Estuaria

Bahan organik atau nutrisi di estuaria berasal dari tumbuhan atau sediment-sedimen. Nutrisi dipengaruhi oleh masuknya nutrisi dari darat, biomassa tumbuhan, dan pasang surut. Estuaria merupakan daerah penting untuk perputaran nutrisi pada lingkungan pesisir. Bahan organik di estuaria secara terus menerus dibawa oleh air tawar. Keseimbangan nutrisi di estuaria tergantung pada masukkan dari darat, seberapa banyak yang mampu di bawa oleh tanamana, perputaran dalam sediment, dan seberapa banyak nutrisi yang masuk dan keluar dari laut (NIWA science, 2007).

Bahan organik di estuaria biasanya digunakan oleh tumbuhan seperti alga, rumput-rumputan laut, dan mangrove. Beberapa bahan oragnik sangat penting untuk membantu produktivitas estuaria. Jika terlalu banyak bahan organik dapat menyebabkan alga bloom oleh fitoplankton atau rumput-rumput laut (NIWA science, 2007).

Estuaria merupakan ekosistem yang paling produktif. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa produktivitas primer di estuaria lebih tinggi daripada di daerah rumput, hutan, maupun di daerah agrikultur (Hinterland Who’s Who, 1993).

Gambar 15 . Produktivitas Primer Ekosistem (Hinterland Who’s Who, 1993).


8. Jaringan Makanan di Estuaria

Dasar dari jaring makanan di estuaria adalah konversi energi matahari menjadi energi dalam bentuk makanan yang dilakukan oleh tumbuhan rawa. Saat tumbuhan mati, protozoa dan mikroorganisme lain mengkonsumsi material tumbuhan yang mati tersebut. Invertebrata kecil merupakan makanan bagi detritus. Detritus kemudian di makan oleh ikan, burung, serta predator lainnya (Hinterland Who’s Who, 1993).

Melimpahnya sumber makanan di estuaria dan sedikitnya predator menjadikan estuaria sebagai tempat hidup anak berbagai binatang yang fase dewasanya tidak berada di estuaria. Estuaria juga merupakan tempat mencari makan bagi binatang dewasa seperti ikan dan burung yang bermigrasi (Nybakken, 1988).

Gambar 16. Contoh Rantai Makanan di Estuaria (Hinterland Who’s Who, 1993).

Gambar 17. Contoh Jaring-Jaring Makanan di Estuaria (NIWA science, 2007).

Gambar 18. Jaring-Jaring Makanan di Estuaria Secara Umum (Nybakken, 1988).



Daftar Pustaka

Hinterland Who’s Who. 1993. Estuaries: Habitat for Wildlife. http://www.hww.ca/hww2.asp?pid=0&id=226&cid=2.

Kasim, Ma’Ruf. 2005. Estuary : Lingkungan unik yang sangat penting. http://maruf.wordpress.com/2005/12/27/estuary-lingkungan-unik-yang-sangat-penting/

Kasim, Ma’Ruf. 2005. Pola Percampuran Estuary. http://maruf.wordpress.com/2005/12/22/pola-percampuran-estuary/

NIWA Science. 2007. New Zealand Estuaries. http://www.niwa.cri.nz/edu/students/estuaries.

Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia.

ONR. Tanpa Tahun. Habitats: Estuaries – Characteristics.

http://www.onr.navy.mil/focus/ocean/habitats/estuaries1.htm.

Tiwow, Clara. 2003. Kawasan Pesisir Penentu Stok Ikan Di Laut. http://tumoutou.net/6_sem2_023/clara_tiwow.htm