Blog Archive

About Me

Foto Saya
Rhizophora
Rhizophora, Lembaga Studi dan Pengembangan Lingkungan adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada pengkajian dan pengembangan lingkungan terutama di bidang sumber daya alam dan konservasi lingkungan. Rhizophora didirikan untuk merespon berbagai isu lingkungan yang sedang berkembang dan juga memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Rhizophora memperluas jangkauannya pada pelbagai kelompok di luar lembaga seperti instansi pemerintah terkait, LSM, organisasi penjaga lingkungan, organisasi mahasiswa, lembaga penelitian & pengabdian kepada masyarakat perguruan tinggi, swasta, dll.
Lihat profil lengkapku
Kamis, 25 Desember 2008

Feedom For ‘Ketut’ Gunung Kidul

Tanggal 6 November 2008 Kanopi Indonesia punya gawe release elang brontok yang masih dalam stadia juvenile di Gunung Kidul. Awalnya elang ini terperangkap pada jaring yang dipasang petani untuk menghalau kera. Elang ini kemudian di sita BKSDA berdasarkan informasi dan kerjasama dengan Kanopi Indonesia. Elang tersebut kemudian dihabituasi dalam kandang di sekitar lokasi pelepasan selama 5 hari. Tujuannya adalah untuk mengadaptasikan elang kembali ke lingkungannya, selain itu juga untuk menarik respon induk agar terjadi interaksi dengan anaknya.
Untuk pemantauan pada sayap kanan elang dipasang wingmarker dan transmitter. Transmitter yang dipasang mempunyai frekuensi gelombang 3.3000. Gelombang inilah yang akan ditangkap oleh receiver saat melakukan monitoring, sehingga receiver sebelummnya juga harus di setting pada gelombang yang sama. Selain itu terdapat juga antenna yaki yang digunakan untuk memperkuat sinyal karena mampu menangkap sinyal dari transmitter sampai sejauh 2 km.
Perjalanan menuju lokasi kandang habituasi ditempuh dengan berjalan kaki melalui jalan setapak menuruni lembah. Disebelah kanan dan kiri sepanjang perjalanan merupakan ladang milik penduduk sekitar yang ditanami antara lain kacang, jagung, ketela pohon, dan padi gogo. Selain itu juga terdapat kandang-kandang ternak yaitu kambing dan sapi.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, tampak bangunan berukuran 3x2 m dari jaring yang merupakan kandang habituasi elang. Agar elang tidak merasa terganggu, pengamatan dilakukan pada jarak sekitar 20 m dari kandang. Hanya beberapa orang saja yang diijinkan untuk berada di sekitar kandang untuk membuka pintu kandang.
Didalam kandang tampak seekor elang brontok sedang bertengger. Disayap kananya terdapat wingmarker berwarna kuning dan transmitter yang sudah dipasang beberapa hari sebelumnya. Elang tersebut mengeluarkan suara-suara yang diprediksi sebagai suara panggilan kepada induknya. Suara tersebut mendapat respon dari elang lain yang diperkirakan adalah induknya namun tidak tampak dari lokasi pengamatan.
Dari tempat pengamatan tampak pula sarang elang pada pohon randu yang diperkirakan merupakan sarang dari elang brontok. Sarang tersebut terletak pada cabang utama. Pada saat pengamatan tidak ada elang yang sedang mendiami sarang tersebut. Kemungkinan penghuninya sedang berburu mangsa atau memang sarang tersebut sudah tidak digunakan lagi.
Sekitar pukul 13.00 pintu kandang dibuka, namun elang tersebut tidak juga beranjak deri tempatnya bertengger. Karena diperkirakan elang merasa tidak nyaman dengan kehadiran tim pengamat, akhirnya kami memutuskan untuk pindah lokasi pengamatan.
Lokasi pengamatan yang baru berada diseberang kandang. Berjarak sekitar 100 m dari kandang. Dari lokasi ini keadaan kandang dapat teramati cukup jelas. Setelah cukup lama menunggu di ujung bukit bertengger elang yang disinyalir sebgai induk Ketut. Namun elang tersebut bergeming meski ketut sudah berkoak memanggilnya. Meski demikian berdasarkan informasi salah satu volunteer kanopi, induk mampu melihat anaknya karena radius penglihatan elang mencapai beberapa kilometer.
Ketika semua sibuk mengamati induk elang, tiba-tiba anak elang terbang keluar dari dalam kandang. Ketut belum mampu terbang lebih jauh, dia hanya bertengger kurang lebih 2 meter dari sarangnya, sembari bertengger ketut masih terus bersuara memanggil-manggil induk dan lagi-lagi sang induk tetap tenang bertengger ditempatnya. Tidak lama kemudian ketut berpindah ke dahan pohoh jati, setiap pergerakan ketut dicatat degan rapi oleh Akram salah seorang volunteer kanopi yang berbadan subur, beberapa kali ketut terlihat berpindah dari dahan satu ke dahan lain, rupanya dia berusaha untuk terbang lebih tinggi. Sampai berakhirnya pengamatan pada hari itu elang hanya berada di sekitar kandang saja.
Tiap aktivitas dari anak elang tersebut tidak lepas dari pemantauan tim pengamat. Mulai dari pencatatan aktivitas dengan pengamatan visual, pangambilan gambar dokumentasi sampai pemantauan menggunakan receiver/radio transmitter.
Pengamatan dihentikan kaarena waktu sudah menjelang sore. Setelah menutup pintu kandang habituasi agar elang tidak kembali masuk ke dalam kandang, seluruh tim pengamat kembali menuju base camp.
Esok harinya pengamatan kembali dilakukan. Pengamatan dilakukan dilokasi yang lebih tinggi, yaitu di atas bukit. Tidak berbeda dengan pengamatan sebelumnya, pengamatan dilakukan dengan metode yang sama. Receiver/radio transmitter digunakan lebih intensif, karena elang tidak tampak secara visual. Dari hasil yang diterima receiver/radio transmitter (jarak antar bunyi) diperkirakan elang masih ada disekitar kandang dan tidak sedang terbang. Perubahan irama dari radio menandakan pergerakan elang, apabila elang dalam keadaan diam atau bertengger rentang bunyi yang dihasilkan lebih lambat sedangkan rentang bunyi yang ceat mennandakan elang sedang terbang.
Pemantauan dilakukan selama kurang lebih 2 jam. Selama pemantauan suara yang dihasilkan dari radio transmitter cenderung lebih jelas dan keras dibanding pengamatan pada hari sebelumnya. Berdasarkan suara dari radio, ketut masih tetap beraktivitas disekitar sarang. Hal ini diperkuat dengan diarahkannya antenna yakki ke sekitar sarang. Aktivitas kerut yang tercatat selama pengamatan yait bertengger atau diam. Sselama pemgamatan, muncullah elang lain di seberang yang disinyalir sebagai induk. Hal ini diperkuat dengan ketut yang berkoak seperti kemarin saat induknya datang, elang tersebut terbang berpindah dari pohon satu ke pohon yang lain dan beberapa lama kemudian menghilang dibalik pucuk pohon yang etntu saja monokuler dan binouler tidak mampu mengatasinya. Setelah dirasa cukup. Pengamtan hari itu diakhiri pada pukul 11.30. Rombongan kami mulai menyusuri jalan setapak yang sama, licin dan gerimis sampai di desa.
Monitoring akan terus dilakukan sampai kira-kira dua bulan ke depan. Apakah elang ini akan lestari atau menyusul beberapa spesies lainnya dalam daftar kepunahan? Semua terletak dalam pemikiran, tindakan dan hati kita. Semoga saja keberadaan elang ini akan tetap lestari. Jika bukan kita siapa lagi yang akan peduli …(Mina journey report 17122008)
Minggu, 14 Desember 2008

Lowongan Anggota Baru


Karena alam tak bisa menunggu

Tunjukkan kepedulianmu …

Dengan bangga…….

Bergabunglah bersama RHIZOPHORA


Silahkan layangkan biodatamu ke kantor RhiZOPHORA

untuk formulir bisa didownload di:

http://www.ziddu.com/download/2923145/FormulirKeanggotaan.doc.html

ato diambil di:

Jl Terusan Sigura-gura blok A no 43

Atau kirimkan formulir yang sudiah diisi ke email: waonecorp@gmail.com

Segera sebelum 20 DEsember 2008…



Sabtu, 13 Desember 2008

SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR SEBAGAI KEKUATAN EKONOMI NEGARA MARITIM (baca Indonesia)

Indonesia, sebuah lanscape yang lengkap, karakteristik ekosistemnya sangat beragam mulai dari dataran tinggi,hutan sampai pesisir dan laut. Sebagai negara berkembang seharusnya potensi ini menjadikan negara kita mempunyai banyak pilihan dalam mengeksplorasi sumber daya alam.
Keberhasilan Indonesia dalam meraih swasembada beras pada tahun 1990-an telah mengukuhkan posisi Indonesia sebagai negara agraris, suatu prestasi yang membanggakan tentunya. Sebagai sebuah negara pengekspor beras pada masa itu, keadaan itu telah memacu iklim berfikir kita untuk mempertahankannya. Dalam perkembanganya hal ini ternyata menjadi bomerang yang turut memposisikan negara ini terperosok dalam permasalahan multicrisis yang kompleks.
Disadari atau tidak, target pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri dan keberlanjutan ekspor beras telah menyebabkan berbagai dampak negatif seperti peralihan fungsi hutan dalam pembukaan lahan baru, penggundulan gunung sebagai lahan-lahan pertanian dengan sistem terasiring, dan kontaminasi serta akumulasi pestisida di berbagai komponen ekosistem.
Fenomena ini telah menyebabkan efek berantai dengan dampak yang mengerikan.Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dengan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer jika dikelola dengan baik merupakan suatu potensi yang luar biasa besar. Total nilai ekonomi potensi sumber daya laut meliputi ikan laut, budidaya ikan, udang , mollusca, rumput laut, budidaya payau, serta bioteknologi kelautan Indonesia adalah sebesar lebih dari US$ 82 miliar (Rokhmin Dahuri, 2003).
Luas laut Indonesia sebesar 5,8 juta kilometer persegi yang didukung oleh iklim tropis merupakan habitat berbagai jenis ikan yang dapat diproduksi secara lestari (Maximum sustainable yield) hingga 6,4 juta ton per tahun (Departemen Perikanan dan Kelautan, 2003), bahkan tanpa perlakuan apapun atau hanya dengan hanya menjaga kesehatan ekosistem laut kita saja.
pemberdayaan masyarakat di bidang kelautan dan konservasinya yang terkesan masih Fenomena ironis yang justru terjadi adalah minimnya perhatian dari berbagai kalangan masyarakat pemikir dalam memaksimalkan potensi ini, hal ini tercermin dari intensitas riset-risetenggan dan angin-anginan, contoh nyata yang lebih mudah kita jumpai adalah rendahnya kualitas kehidupan nelayan sebagai ujung tombak pemberdayaan laut, kehidupan nelayan sebagai masyarakat marginal membuat potensi kelautan kita semakin tenggelam. Kapan pemikiran dan riset kita sampai pada tujuan yang memposisikan SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR SEBAGAI KEKUATAN EKONOMI NEGARA MARITIM (baca Indonesia). (Fai 21032006)