Blog Archive

About Me

Foto Saya
Rhizophora
Rhizophora, Lembaga Studi dan Pengembangan Lingkungan adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada pengkajian dan pengembangan lingkungan terutama di bidang sumber daya alam dan konservasi lingkungan. Rhizophora didirikan untuk merespon berbagai isu lingkungan yang sedang berkembang dan juga memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Rhizophora memperluas jangkauannya pada pelbagai kelompok di luar lembaga seperti instansi pemerintah terkait, LSM, organisasi penjaga lingkungan, organisasi mahasiswa, lembaga penelitian & pengabdian kepada masyarakat perguruan tinggi, swasta, dll.
Lihat profil lengkapku
Kamis, 25 Desember 2008

Feedom For ‘Ketut’ Gunung Kidul

Tanggal 6 November 2008 Kanopi Indonesia punya gawe release elang brontok yang masih dalam stadia juvenile di Gunung Kidul. Awalnya elang ini terperangkap pada jaring yang dipasang petani untuk menghalau kera. Elang ini kemudian di sita BKSDA berdasarkan informasi dan kerjasama dengan Kanopi Indonesia. Elang tersebut kemudian dihabituasi dalam kandang di sekitar lokasi pelepasan selama 5 hari. Tujuannya adalah untuk mengadaptasikan elang kembali ke lingkungannya, selain itu juga untuk menarik respon induk agar terjadi interaksi dengan anaknya.
Untuk pemantauan pada sayap kanan elang dipasang wingmarker dan transmitter. Transmitter yang dipasang mempunyai frekuensi gelombang 3.3000. Gelombang inilah yang akan ditangkap oleh receiver saat melakukan monitoring, sehingga receiver sebelummnya juga harus di setting pada gelombang yang sama. Selain itu terdapat juga antenna yaki yang digunakan untuk memperkuat sinyal karena mampu menangkap sinyal dari transmitter sampai sejauh 2 km.
Perjalanan menuju lokasi kandang habituasi ditempuh dengan berjalan kaki melalui jalan setapak menuruni lembah. Disebelah kanan dan kiri sepanjang perjalanan merupakan ladang milik penduduk sekitar yang ditanami antara lain kacang, jagung, ketela pohon, dan padi gogo. Selain itu juga terdapat kandang-kandang ternak yaitu kambing dan sapi.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, tampak bangunan berukuran 3x2 m dari jaring yang merupakan kandang habituasi elang. Agar elang tidak merasa terganggu, pengamatan dilakukan pada jarak sekitar 20 m dari kandang. Hanya beberapa orang saja yang diijinkan untuk berada di sekitar kandang untuk membuka pintu kandang.
Didalam kandang tampak seekor elang brontok sedang bertengger. Disayap kananya terdapat wingmarker berwarna kuning dan transmitter yang sudah dipasang beberapa hari sebelumnya. Elang tersebut mengeluarkan suara-suara yang diprediksi sebagai suara panggilan kepada induknya. Suara tersebut mendapat respon dari elang lain yang diperkirakan adalah induknya namun tidak tampak dari lokasi pengamatan.
Dari tempat pengamatan tampak pula sarang elang pada pohon randu yang diperkirakan merupakan sarang dari elang brontok. Sarang tersebut terletak pada cabang utama. Pada saat pengamatan tidak ada elang yang sedang mendiami sarang tersebut. Kemungkinan penghuninya sedang berburu mangsa atau memang sarang tersebut sudah tidak digunakan lagi.
Sekitar pukul 13.00 pintu kandang dibuka, namun elang tersebut tidak juga beranjak deri tempatnya bertengger. Karena diperkirakan elang merasa tidak nyaman dengan kehadiran tim pengamat, akhirnya kami memutuskan untuk pindah lokasi pengamatan.
Lokasi pengamatan yang baru berada diseberang kandang. Berjarak sekitar 100 m dari kandang. Dari lokasi ini keadaan kandang dapat teramati cukup jelas. Setelah cukup lama menunggu di ujung bukit bertengger elang yang disinyalir sebgai induk Ketut. Namun elang tersebut bergeming meski ketut sudah berkoak memanggilnya. Meski demikian berdasarkan informasi salah satu volunteer kanopi, induk mampu melihat anaknya karena radius penglihatan elang mencapai beberapa kilometer.
Ketika semua sibuk mengamati induk elang, tiba-tiba anak elang terbang keluar dari dalam kandang. Ketut belum mampu terbang lebih jauh, dia hanya bertengger kurang lebih 2 meter dari sarangnya, sembari bertengger ketut masih terus bersuara memanggil-manggil induk dan lagi-lagi sang induk tetap tenang bertengger ditempatnya. Tidak lama kemudian ketut berpindah ke dahan pohoh jati, setiap pergerakan ketut dicatat degan rapi oleh Akram salah seorang volunteer kanopi yang berbadan subur, beberapa kali ketut terlihat berpindah dari dahan satu ke dahan lain, rupanya dia berusaha untuk terbang lebih tinggi. Sampai berakhirnya pengamatan pada hari itu elang hanya berada di sekitar kandang saja.
Tiap aktivitas dari anak elang tersebut tidak lepas dari pemantauan tim pengamat. Mulai dari pencatatan aktivitas dengan pengamatan visual, pangambilan gambar dokumentasi sampai pemantauan menggunakan receiver/radio transmitter.
Pengamatan dihentikan kaarena waktu sudah menjelang sore. Setelah menutup pintu kandang habituasi agar elang tidak kembali masuk ke dalam kandang, seluruh tim pengamat kembali menuju base camp.
Esok harinya pengamatan kembali dilakukan. Pengamatan dilakukan dilokasi yang lebih tinggi, yaitu di atas bukit. Tidak berbeda dengan pengamatan sebelumnya, pengamatan dilakukan dengan metode yang sama. Receiver/radio transmitter digunakan lebih intensif, karena elang tidak tampak secara visual. Dari hasil yang diterima receiver/radio transmitter (jarak antar bunyi) diperkirakan elang masih ada disekitar kandang dan tidak sedang terbang. Perubahan irama dari radio menandakan pergerakan elang, apabila elang dalam keadaan diam atau bertengger rentang bunyi yang dihasilkan lebih lambat sedangkan rentang bunyi yang ceat mennandakan elang sedang terbang.
Pemantauan dilakukan selama kurang lebih 2 jam. Selama pemantauan suara yang dihasilkan dari radio transmitter cenderung lebih jelas dan keras dibanding pengamatan pada hari sebelumnya. Berdasarkan suara dari radio, ketut masih tetap beraktivitas disekitar sarang. Hal ini diperkuat dengan diarahkannya antenna yakki ke sekitar sarang. Aktivitas kerut yang tercatat selama pengamatan yait bertengger atau diam. Sselama pemgamatan, muncullah elang lain di seberang yang disinyalir sebagai induk. Hal ini diperkuat dengan ketut yang berkoak seperti kemarin saat induknya datang, elang tersebut terbang berpindah dari pohon satu ke pohon yang lain dan beberapa lama kemudian menghilang dibalik pucuk pohon yang etntu saja monokuler dan binouler tidak mampu mengatasinya. Setelah dirasa cukup. Pengamtan hari itu diakhiri pada pukul 11.30. Rombongan kami mulai menyusuri jalan setapak yang sama, licin dan gerimis sampai di desa.
Monitoring akan terus dilakukan sampai kira-kira dua bulan ke depan. Apakah elang ini akan lestari atau menyusul beberapa spesies lainnya dalam daftar kepunahan? Semua terletak dalam pemikiran, tindakan dan hati kita. Semoga saja keberadaan elang ini akan tetap lestari. Jika bukan kita siapa lagi yang akan peduli …(Mina journey report 17122008)
Minggu, 14 Desember 2008

Lowongan Anggota Baru


Karena alam tak bisa menunggu

Tunjukkan kepedulianmu …

Dengan bangga…….

Bergabunglah bersama RHIZOPHORA


Silahkan layangkan biodatamu ke kantor RhiZOPHORA

untuk formulir bisa didownload di:

http://www.ziddu.com/download/2923145/FormulirKeanggotaan.doc.html

ato diambil di:

Jl Terusan Sigura-gura blok A no 43

Atau kirimkan formulir yang sudiah diisi ke email: waonecorp@gmail.com

Segera sebelum 20 DEsember 2008…



Sabtu, 13 Desember 2008

SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR SEBAGAI KEKUATAN EKONOMI NEGARA MARITIM (baca Indonesia)

Indonesia, sebuah lanscape yang lengkap, karakteristik ekosistemnya sangat beragam mulai dari dataran tinggi,hutan sampai pesisir dan laut. Sebagai negara berkembang seharusnya potensi ini menjadikan negara kita mempunyai banyak pilihan dalam mengeksplorasi sumber daya alam.
Keberhasilan Indonesia dalam meraih swasembada beras pada tahun 1990-an telah mengukuhkan posisi Indonesia sebagai negara agraris, suatu prestasi yang membanggakan tentunya. Sebagai sebuah negara pengekspor beras pada masa itu, keadaan itu telah memacu iklim berfikir kita untuk mempertahankannya. Dalam perkembanganya hal ini ternyata menjadi bomerang yang turut memposisikan negara ini terperosok dalam permasalahan multicrisis yang kompleks.
Disadari atau tidak, target pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri dan keberlanjutan ekspor beras telah menyebabkan berbagai dampak negatif seperti peralihan fungsi hutan dalam pembukaan lahan baru, penggundulan gunung sebagai lahan-lahan pertanian dengan sistem terasiring, dan kontaminasi serta akumulasi pestisida di berbagai komponen ekosistem.
Fenomena ini telah menyebabkan efek berantai dengan dampak yang mengerikan.Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dengan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer jika dikelola dengan baik merupakan suatu potensi yang luar biasa besar. Total nilai ekonomi potensi sumber daya laut meliputi ikan laut, budidaya ikan, udang , mollusca, rumput laut, budidaya payau, serta bioteknologi kelautan Indonesia adalah sebesar lebih dari US$ 82 miliar (Rokhmin Dahuri, 2003).
Luas laut Indonesia sebesar 5,8 juta kilometer persegi yang didukung oleh iklim tropis merupakan habitat berbagai jenis ikan yang dapat diproduksi secara lestari (Maximum sustainable yield) hingga 6,4 juta ton per tahun (Departemen Perikanan dan Kelautan, 2003), bahkan tanpa perlakuan apapun atau hanya dengan hanya menjaga kesehatan ekosistem laut kita saja.
pemberdayaan masyarakat di bidang kelautan dan konservasinya yang terkesan masih Fenomena ironis yang justru terjadi adalah minimnya perhatian dari berbagai kalangan masyarakat pemikir dalam memaksimalkan potensi ini, hal ini tercermin dari intensitas riset-risetenggan dan angin-anginan, contoh nyata yang lebih mudah kita jumpai adalah rendahnya kualitas kehidupan nelayan sebagai ujung tombak pemberdayaan laut, kehidupan nelayan sebagai masyarakat marginal membuat potensi kelautan kita semakin tenggelam. Kapan pemikiran dan riset kita sampai pada tujuan yang memposisikan SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR SEBAGAI KEKUATAN EKONOMI NEGARA MARITIM (baca Indonesia). (Fai 21032006)
Kamis, 16 Oktober 2008

Estuaria

Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan

A. Kondisi Ekologis Estuaria

1. Definisi dan Tipe Estuaria

Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan daerah percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuaria merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, tetapi terlindung dari pengaruh gelombang laut (Kasim, 2005). Menurut Bengen, 2002 dan Pritchard, 1976 dalam Tiwow (2003), estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar.

Pencampuran air laut dan air tawar mempunyai pola pencampuran yang khusus. Berdasarkan pola percampuran air laut, secara umum terdapat 3 model estuaria yang sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi , kedalaman dan pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan sangat berbeda khususnya yang bersumber dari air sungai (Kasim, 2005). Berikut ini pola pencampuran air laut dan air tawar (Kasim, 2005).

  1. Pola dengan dominasi air laut (Salt wedge estuary) yang ditandai dengan desakan dari air laut pada lapisan bawah permukaan air saat terjadi pertemuan antara air sungai dan air laut. Salinitas air dari estuaria ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan salinitas yang lebih rendah di banding lapisan bawah yang lebih tinggi.

  1. Pola percampuran merata antara air laut dan air sungai (well mixed estuary). Pola ini ditandai dengan pencampuran yang merata antara air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi secara vertikal, tetapi stratifikasinya dapat secara horizontal yang derajat salinitasnya akan meningkat pada daerah dekat laut.

  1. Pola dominasi air laut dan pola percampuran merata atau pola percampuran tidak merata (Partially mixed estuary). Pola ini akan sangat labil atau sangat tergantung pada desakan air sungai dan air laut. Pada pola ini terjadi percampuran air laut yang tidak merata sehingga hampir tidak terbentuk stratifikasi salinitas baik itu secara horizontal maupun secara vertikal.

  1. Pada beberapa daerah estuaria yang mempunyai topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri yang lebih unik. Pola ini cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut mempunyai topografi dengan bentukan yang menonjol membetuk semacam lekukan pada dasar estuaria. Tonjolan permukaan yang mencuat ini dapat menstagnankan lapisan air pada dasar perairan sehingga, terjadi stratifikasi salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat turbulensi dasar yang hingga salinitas dasar perairan cenderung tetap dengan salinitas yang lebih tinggi.

Pencampuran air laut dan air tawar membuat estuaria sebagai lingkungan yang mempunyai unik daripada lingkungan lainnya. Keunikan tersebut, yaitu (Tiwow, 2003):

  1. Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-suru yang berlawanan menyebabkan pengaruh kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.

  2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.

  3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas di dalamnya melakukan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.

  4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.

Berdasarkan geomorfologi estuaria, sejah geologi daerah, dan keadaan iklim yang berbeda, maka terdapat beberapa tipe estuaria. Tipe-tipe estuaria tersebut, yaitu (Nybakken, 1988):

  1. Estuaria daratan pesisir (coastal plain estuary). Pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang menggenangi sungai di bagian pantai yang landai (Tiwow, 2003). Contoh estuaria daratan pesisir, yaitu di Teluk Chesapeake, Maryland dan Charleston, Carolina Selatan (ONR, tanpa tahun).


  1. Estuaria tektonik. Terbentuk akibat aktivitas tektonik (gempa bumi atau letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang (Tiwow, 2003). Contohnya Teluk San Fransisco di California (ONR, tanpa tahun).


  1. Gobah atau teluk semi tertutup. Terbentuk oleh adanya beting pasir yang terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut (Tiwow, 2003). Contohnya di sepanjang pantai Texas dan pantai Teluk Florida.


  1. Fjord merupakan estuaria yang dalam, terbentuk oleh aktivitas glesier yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut (Tiwow, 2003). Contohnya di Alaska, Kanada, Norwegia.


Menurut Nybakken (1988), estuaria juga dapat dikelompokkan berdasarkan kondisi salinitasnya yaitu estuaria positif dan estuaria negatif. Estuaria positif atau estuaria baji garam membentuk suatu kesinambungan mulai dari estuaria dengan sedikit pencampuran dan baji garam yang sangat menonjol, tidak mencolok atau menonjol, sampai homogen atau sempurna karena menghasilkan salinitas yang sama secara vertikal dari permukaan sampai ke dasar pada setiap titik. Estuaria negatif dibentuk dari air laut yang dating, masuk ke permukaan, dan sedikit mengalami pengenceran karena pencampuran dengan denga air tawar yang jumlahnya sedikit. Kecepatan penguapan pada estuaria ini tinggi sehingga air permukaan menjadi hipersalin.

2.Sifat Fisik Estuaria
  1. Salinitas

Salinitas di estuaria dipengaruhi oleh musim, topografi estuaria, pasang surut, dan jumlah air tawar. Pada saat pasang-naik, air laut menjauhi hulu estuaria dan menggeser isohaline ke hulu. Pada saat pasang-turun, menggeser isohaline ke hilir. Kondisi tersebut menyebabkan adanya daerah yang salinitasnya berubah sesuai dengan pasang surut dan memiliki fluktuasi salinitas yang maksimum (Nybakken, 1988).

Rotasi bumi juga mempengaruhi salinitas estuaria yang disebut dengan kekuatan Coriolis. Rotasi bumi membelokkan aliran air di belahan bumi. Di belahan bumi utara, kekuatan coriolis membelokkan air tawar yang mengalir ke luar sebelah kanan jika melihat estuaria ke arah laut dan air asin mengalir ke estuaria digeser ke kanan jika melihar estuaria dari arah laut. Pembelokkan aliran air di belahan bumi selatan adalah kebalikan dari belahan bumi utara (Nybakken, 1988).

Salinitas juga dipengaruhi oleh perubahan penguapan musiman. Di daerah yang debit air tawar selama setengah tahun, maka salinitasnya menjadi tinggi pada daerah hulu. Jika aliran air tawar naik, maka gradient salinitas digeser ke hilir ke arah mulut estuaria (Nybakken, 1988). Pada estuaria dikenal dengan air interstitial yang berasal dari air berada di atas substrat estuaria. Air interstitial, lumput dan pasir bersifat buffer terhadap air yang terdapat di atasnya. Daerah intertidal bagian atas (ke arah hulu) mempunyai salinitas tinggi daripada daerah intertidal bagian bawah (ke arah hilir).

  1. Substrat

Dominasi substart pada estuaria adalah lumpur yang berasal dari sediment yang dibawa ke estuaria oleh air laut maupun air tawar. Sungai membawa partikel lumpur dalam bentuk suspensi. Ion-ion yang berasal dari air laut menyebabkan partikel lumput menjadi menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar, lebih berat, dan mengendap membentuk dasar lumur yang khas. Partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel kecil. Arus kuat mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama daripada arus lemah sehingga substrat pada tempat yang arusnya kuat menjadi kasar (pasir atau kerikil) dan tempat yang arusnya lemah mempunyai substrat dengan partikel kecil berupa lumpur halus. Partikel yang mengendap di estuaria bersifat organik sehingga substart menjadi kaya akan bahan organik (Nybakken, 1988).

  1. Suhu

Suhu air di estuaria lebih bervariasi daripada suhu air di sekitarnya karena volume air estuaria lebih kecil daripada luas permuakaan yang lebih besar. Hal tersebut menyebabkan air estuaria menjadi lebih cepat panas dan cepat dingin. Suhu air tawar yang dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman juga menyebabkan suhu air estuaria lebih bervariasi. Suhu esturia lebih rendah saat musim dingin dan lebih tinggi saat musim panas daripada daerah perairan sekitarnya. Suhu air estuaria juga bervariasi secara vertikal. Pada estuaria positif memperlihatkan bahwa pada perairan permukaan didominasi oleh air tawar, sedangkan untuk perairan dalam didominasi oleh air laut (Nybakken, 1988).

  1. Aksi ombak dan arus

Perairan estuaria yang dangkal menyebabkan tidak terbentuknya ombak yang besar. Arus di estuaria disebabkan oleh pasang surut dan aliran sungi. Arus biasanya terdapat pada kanal. Jika arus berubah posisi, kanal baru menjadi cepat terbentuk dan kanal lama menjadi tertutup (Nybakken, 1988).

  1. Kekeruhan

Besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuaria pada waktu tertentu dalam setahun menyebabkan air menjadi sangat keruh. Kekeruhan tertinggi saat aliran sungai maksimum dan kekeruhan minimum di dekat mulut estuaria (Nybakken, 1988).

  1. Oksigen

Kelarutab oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen dalam air akan bervariasi. Oksigen sangat berkurang di dalam substrat. Ukuran partikel sediment yang halus membatasi pertukaran antara air interstitial dengan kolom air di atasnya, sehingga oksigen menjadi sangat cepat berkurang (Nybakken, 1988).


3. Plankton Estuaria

Estuaria mempunyai jumlah spesies plankton yang sedikit. Fitoplankton yang dominant di estuaria adalah diatom dan dinoflagellata. Genera diatom yang biasanya ditemui, yaitu Skeletonema, Asterionella, Chaetoceros, Nitzchia, Thalassionema, dan Melosira. Genera dinoflagellata yang sering dijumpai, yaitu Gymnnodnium, Gonyaulax, Peridinium, dan Ceratium. Kekeruhan yang tinggi dan cepatnya pergantian air menyebabkan jumlah fitoplankton dan produktivitas menjadi terbatas. Jumlah plankton dan produktivitas relative tinggi terjadi pada estuaria yang tingkat kekeruhannya rendah dan pergantian airnya lama.

Keberadaan zooplankton di estuaria dipengaruhi oleh jumlah fitoplankton. Gradien salinitas ke arah hulu estuaria juga mempengaruhi komposisi spesies zooplankton. Zooplankton estuaria terdapat pada estuaria yang lebih besar dan lebih stabil dengan gradient salinitas yang tidak terlalu bervariasi. Estuaria yang dangkal dengan cepat mengalami pergantian air didominasi oleh zooplankton laut yang terbawa oleh pasang surut. Zooplankton estuaria terdiri dari genera kopepoda Eurytemora, Acartia, Pseudodiaptomus, dan Centropages; misid tertentu misalnya genera Neomysis, Praunus, dan Mesopodopsis; dan amfipoda tertentu misalnya Gammarus (Nybakken, 1988).


4. Fauna Estuaria

Fauna estuaria terdiri dari fauan laut, air tawar, dan estuaria. Spesies estuaria sangat sedikit karena fluktuasi kondisi lingkungan seperti salinitas dan suhu air yang sangat besar. Hal tersebut menyebabkan hanya beberapa spesies saja yang mempunyai fisiologi khusus yang dapat bertahan hidup di estuaria. Fauna estuaria biasanya berasal dari laut. Fauna air tawar tidak dapat mentolerir kondisi lingkungan terutama kenaikan salinitas, sedangkan fauna air laut dapat mentolerir penurunan salinitas. Oleh karena itu mayoritas fauna yang terdapat di estuaria adalah binatang laut.

Contoh fauna estuaria yang sebenarnya, yaitu Nereis diversicolor, Crassostrea, Ostrea, Scrobicularia plana, Macoma balthica, Rangia flexuosa, Hydrobia, dan Palaemonetes. Hewan-hewan tersebut dapat hidup pada salinitas antara 5 0/00 dan 30 0/00. Selain itu, juga terdapat fauna peralihan karena beberapa aktivitas hidup dilakukan di estuaria, seperti mencari makan. Contoh hewan yang migrasi melewati estuaria ke daerah pemijahan, yaitu ikan salem (Salmo, Onchorhynchus) dan belut laut (Anguilla). Sedangkan contoh hewan yang sebagian daur hidupnya di estuaria, biasanya fase juvenil di estuaria dan fase dewasa di laut, yaitu udang damili Penaeidae (Penaeus setiferus, P. aztecus, P. duorarum) (Nybakken, 1988).

5. Vegetasi Estuaria

Flora yang terdapat di estuaria juga sedikit karena substart berupa lumpur dan terendam sehingga makroalga tidak dapat melekat. Tingkat kekeruhan yang cukup tinggi juga menyebabkan cahaya hanya menembus sampai lapisan yang dangkal. Daerah hilir estuaria dan di bawah tingkat pasang surut rata-rata dapat ditemui padang rumput-rumputan laut seperti Zostera, Thalassia, dan Cymodocea. Dataran lumpur intertidal ditumbuhi alga hijau yang bersifata musiman, yaitu genera Ulva, Enteromorpha, Chaeromorpha, dan Cladophora. Untuk daerah estuaria yang sangat keruh didominasi oleh tumbuhan mencuat yang merupakan tumbuhan berbunga berumur panjang dengan akar menancap di daerah intertidal bagian atas. Contohnya adalah Spartina dan Salicornia (Nybakken, 1988).

Gambar 13. Contoh-Contoh Tumbuhan Estuaria (Hinterland Who’s Who, 1993).

Gambar 14. Alga Estuaria yang Khas (Nybakken, 1988)


6. Adaptasi Morfologi Fisiologi, Tingkah Laku Organisme Estuaria

Perubahan morfologis pada organisme estuaria, yaitu ukuran badan yang lebih kecil daripada kerabatnya, jumlah ruas tulang penggung ikan juga berkurang, hewan yang hidup di daerah berlumpur mempunyai rumbai-rumbai halus untuk menjaga jalan masuk ke ruangan pernapasan agar tidak tersumbat partikel lumpur. Hewan estuaria yang berasal dari laut mempunyai kecepatan perkembangbiakan yang lebih rendah dan penurunan kesuburan. Sedangkan untuk hewan yang berasal dari air tawar biasanya steril.

Binatang estuaria pada umumnya termasuk organisme osmoregulator karena mampu hidup pada keadaan dengan konsentrasi garam internal yang berfluktuasi. Di daerah tropis yang suhu airnya lebih tinggi dengan perbedaan suhu air tawar dan air laut tidak terlalu berbeda, banyak ditemukan spesies estuaria yang banyak.

Binatang estuaria selain melakukan adaptasi morfologi dan fisiologi, juga melakukan adaptasi tingkah laku. Binatang estuaria berada di dalam lumpur untuk mengurangi perubahan salinitas dan suhu, serta untuk melindungi diri dari predator yang hidup di permukaan substrat atau di air. Adaptasi tingkah laku yang biasanya juga dilakukan oleh organisme estuaria adalah bergerak ke hulu atau ke hilir estuaria agar organisme tetap berada pada daerah yang mengalami perubhan salinitas rendah. Salah satu contoh adaptasi tingkah laku adalah kepiting estuaria yang migrasi ke laut saat melakukan pemijahan (Nybakken, 1988).


7. Produktivitas dan Bahan Organik di Estuaria

Bahan organik atau nutrisi di estuaria berasal dari tumbuhan atau sediment-sedimen. Nutrisi dipengaruhi oleh masuknya nutrisi dari darat, biomassa tumbuhan, dan pasang surut. Estuaria merupakan daerah penting untuk perputaran nutrisi pada lingkungan pesisir. Bahan organik di estuaria secara terus menerus dibawa oleh air tawar. Keseimbangan nutrisi di estuaria tergantung pada masukkan dari darat, seberapa banyak yang mampu di bawa oleh tanamana, perputaran dalam sediment, dan seberapa banyak nutrisi yang masuk dan keluar dari laut (NIWA science, 2007).

Bahan organik di estuaria biasanya digunakan oleh tumbuhan seperti alga, rumput-rumputan laut, dan mangrove. Beberapa bahan oragnik sangat penting untuk membantu produktivitas estuaria. Jika terlalu banyak bahan organik dapat menyebabkan alga bloom oleh fitoplankton atau rumput-rumput laut (NIWA science, 2007).

Estuaria merupakan ekosistem yang paling produktif. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa produktivitas primer di estuaria lebih tinggi daripada di daerah rumput, hutan, maupun di daerah agrikultur (Hinterland Who’s Who, 1993).

Gambar 15 . Produktivitas Primer Ekosistem (Hinterland Who’s Who, 1993).


8. Jaringan Makanan di Estuaria

Dasar dari jaring makanan di estuaria adalah konversi energi matahari menjadi energi dalam bentuk makanan yang dilakukan oleh tumbuhan rawa. Saat tumbuhan mati, protozoa dan mikroorganisme lain mengkonsumsi material tumbuhan yang mati tersebut. Invertebrata kecil merupakan makanan bagi detritus. Detritus kemudian di makan oleh ikan, burung, serta predator lainnya (Hinterland Who’s Who, 1993).

Melimpahnya sumber makanan di estuaria dan sedikitnya predator menjadikan estuaria sebagai tempat hidup anak berbagai binatang yang fase dewasanya tidak berada di estuaria. Estuaria juga merupakan tempat mencari makan bagi binatang dewasa seperti ikan dan burung yang bermigrasi (Nybakken, 1988).

Gambar 16. Contoh Rantai Makanan di Estuaria (Hinterland Who’s Who, 1993).

Gambar 17. Contoh Jaring-Jaring Makanan di Estuaria (NIWA science, 2007).

Gambar 18. Jaring-Jaring Makanan di Estuaria Secara Umum (Nybakken, 1988).



Daftar Pustaka

Hinterland Who’s Who. 1993. Estuaries: Habitat for Wildlife. http://www.hww.ca/hww2.asp?pid=0&id=226&cid=2.

Kasim, Ma’Ruf. 2005. Estuary : Lingkungan unik yang sangat penting. http://maruf.wordpress.com/2005/12/27/estuary-lingkungan-unik-yang-sangat-penting/

Kasim, Ma’Ruf. 2005. Pola Percampuran Estuary. http://maruf.wordpress.com/2005/12/22/pola-percampuran-estuary/

NIWA Science. 2007. New Zealand Estuaries. http://www.niwa.cri.nz/edu/students/estuaries.

Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia.

ONR. Tanpa Tahun. Habitats: Estuaries – Characteristics.

http://www.onr.navy.mil/focus/ocean/habitats/estuaries1.htm.

Tiwow, Clara. 2003. Kawasan Pesisir Penentu Stok Ikan Di Laut. http://tumoutou.net/6_sem2_023/clara_tiwow.htm

Jumat, 26 September 2008

Acanthaster planci Yang Indah Yang Berbahaya


crown-of-thorns starfish (#49A, added 8 Jan '98)

Termasuk dalam kelas Asteroidea, crown-of-thorns (Acanthaster planci) merupakan bintang laut indah dengan duri disekujur tubuhnya. Namun demikian, dengan 12-16 lengan yang dimilikinya, makhluk cantik ini mampu menyebabkan orang yang menyentuhnya merasa pusing bahkan muntah-muntah karena neurotoxin yang dikeluarkannya melalui duri-durinya.

Crown-of-Thorns (CoT) bervariasi dalam warna, dari merah maroon dan biru muda hingga kuning dan abu-abu. Untuk ukuran bintang laut, CoT memiliki ukuran yang luar biasa besar, bahkan mereka adalah bintang laut terbesar di dunia. Fase dewasanya bisa mencapai seukuran ban mobil, padahal fase larvanya hanya sekecil butiran pasir laut.

Juvenile Crown-of-thorns

Dapat ditemukan pada terumbu karang daerah tropis dari Laut Merah, sepanjang samudera Hindia dan Pasifik, dan sepanjang pantai Pasifik di Panama. Frekuensinya meningkat tajam di Great Barrier Reef, Asia Tenggara dan Indonesia.

Tidak hanya bagi manusia, bahkan bagi makhluk sejenisnya terutama terumbu karang, Crown-of-Thorns (CoT) ini tergolong sangat jahat. Dia dikenal sebagai predator bagi terumbu karang.

Demikian pula terumbu coral di Taman Nasional Bunaken (TNB) saat ini dalam ancaman serius hewan pemakan Coral ‘pumparade’. Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) yang populer disebut Crown of Thorns Starfish (COTs) dikenal masyarakat dengan nama ‘pumparade’ statusnya berada pada tingkatan yang mengkhawatirkan. Ditakuti jika tak diantisipasi segera dalam waktu dekat akan terjadi ‘Active Outbreak' dimulai dari pulau Bunaken bagian selatan tersebar ke lokasi lain (per-Maret 2007). Active outbreak apabila populasinya melimpah dalam jumlah besar lebih dari 30 ind/ha berdiameter ukuran lebih dari 18 cm mencapai dewasa maka COTs menjadi sangat berbahaya, ganas dan cepat memangsa coral hidup dalam areal luas sampai ribuan hektar terumbu meninggalkan kerangka mati berwarna putih.

Semua jenis coral menjadi target pemangsaan COTs. Selain predator yang memakan COTs tidak dijumpai lagi di kawasan TNB seperti Triton (bia terompet), ‘outbreak’nya populasi COTs dalam kepadatan tinggi dapat dipicu oleh eutrofikasi perairan yang masuk dari daratan, lewat sampah-sedimentasi atau air buangan ke sungai-sungai dan rembesan dalam tanah (air kotor/toilet) menuju laut hingga mendukung proses daur hidupnya di alam. Diduga terdapat kaitan antara masukan dari daratan besar Sulawesi-Manado, pemukiman termasuk cottage-cottage/resort dan meningkatnya tekanan aktivitas manusia yang terkonsentrasi disitu.

Walaupun status CoT sebagai predator terumbu karang, dia juga memiliki predatornya sendiri. Beberapa hewan pemangsanya yaitu giant triton shell, puffer fish,dan trigger fish. Namun demikian, overpopulasi yang terjadi pada bintang laut jenis ini tetap dapat dikendalikan. Memang sulit untuk membasmi CoT dari terumbu pada saat mereka sedang bloming, namun demikian, kita masih dapat melindungi area yang masih belum terkontaminasi dengan pengontrolan secara berkala. Metode control yang direkomendasikan salah satunya yaitu menginjeksikan larutan sodium bisulfat ke dalam tubuh bintang laut ini, yang akan membunuhnya dalam waktu beberapa hari. Larutan kimia ini telah terbukti tidak bersifat racun terhadap makhluk laut lainnya.

Rabu, 10 September 2008

Lowongan

JUNIOR TECHNICAL SUPPORT ENGINEER
Responsibilities:

Be responsible for project implementation and product maintenance.
Provide guidance, consultancy, technical support, and problem resolution to key customers/channel partners in project implementation.
Lead role in working with the team to continuously enhance and improve the support service framework to achieve channel partners and customers satisfaction.
· In charge the trial project maintenance.
· In charge the new NGN project installation & commission & integration ATP.
Requirements:

Bachelor/Master´s degree in Electrical/Electronics with at least 1 year in mobile/consumer/wireless industry.
Requires proven technical RF leadership record in RF network Planning and optimization with good understanding of GSM, CDMA networks and RF, Receiver/Transmitter, LNA, RF Data collection and post processing methods.
Prior experience should include leading a team of RF engineers on RF network optimization and expansion.
Ability to work in a cross-functional environment.
· Know IP network basic theory
· Know Unix OS system and Sybase database basic theory
· Know SS7 and V5.2 signaling system basic theory
· Better from Makassar area.

Position requires excellent written and verbal communication skills in English and Bahasa.
Forward your comprehensive resume and CV in English to:

hrindonesia@zte.com.cn

PT.ZTE Indonesia
The East Building, 26th Floor
Lingkar Mega Kuningan, Kav. E3.2, No.1
South Jakarta 12950

Sekilas Info

Jangan pernah menjilat amplop atau perangko
Sekilas info bagi yang belum pernah baca, semoga bermanfaat.


Jangan pernah menjilat amplop atau perangko untuk merekatkannya.
Suatu hari seorang wanita yang bekerja di sebuah kantor pos di California, merekatkan amplop dan perangko tanpa menggunakan lem atau busa basah, melainkan dengan cara menjilatnya. Pada saat itu wanita tersebut langsung merasakan lidahnya terasa seperti teriris.
Seminggu kemudian dia merasakan sesuatu yang tidak biasa pada lidahnya. Dia pergi ke dokter dan tidak ditemukan sesuatu yang aneh. Lidahnya tidak luka atau tidak ada kelainan apapun.
Beberapa hari berikutnya, lidahnya mulai agak membengkak dan mulai terasa sakit, begitu sakitnya sehingga dia tidak dapat makan apapun.
Dia segera ke RS dan dokter melakukan pemeriksaan X-Ray. Ternyata ada sesuatu didalam lidahnya. Saat itu juga dokter segera mempersiapkan pembedahan kecil.
Ketika dokter mengiris/ membuka lidah tersebut, ternyata seekor kecoak kecil merayap keluar. Setelah diselidiki maka didapat kenyataan bahwa kecoak tersebut berasal dari telur kecoak yang sangat kecil yang menempel pada bagian lem amplop.
Setelah dijilat maka telur tersebut menempel pada lidah dan mengeram disana karena adanya ludah yang hangat dan lembab hingga kecoak tersebut menetas.


Kejadian nyata ini dilaporkan oleh CNN.
Andy Hu menulis : "Saya bekerja di pabrik amplop, dan kalian tidak akan percaya..... . ada sesuatu yang mengambang disekitar nampan wadah lem, saya tidak pernah sekalipun menjilat amplop. Saya pernah bekerja di percetakan (32 tahun lalu) dan kami selalu dihimbau agar jangan merekatkan amplop dengan lidah. Saya tidak pernah mengerti mengapa, hingga suatu saat saya masuk ke ruang penyimpanan untuk mengambil 2,500 lembar amplop yang sudah dicetak dan melihat sendiri beberapa ekor kecoak berkeliaran di dalam kotak amplop dengan telur kecoak dimana-mana. Mereka hidup dengan memakan lem yang terdapat pada amplop-amplop tersebut".

Setelah mengetahui hal ini, janganlah pernah sekalipun Anda merekatkan amplop, perangko ataupun meterai dengan cara menjilatnya. Gunakanlah lem atau busa basah


Regards
Sutrisno Dwiantoro
e.ketawa@gmail.com

Lowongan

LOWONGAN KERJA SURABAYA

September 10th, 2008

HR OFFICER (HR-OF)

GENERAL REQUIREMENTS:
· Male/Female
· Age max.28 years old
· Min.S1 degree Management/Psychology/Law/Any major
· Min. GPA 3,00
· Preferable 1 year experienced in similar position
· Fresh Graduates are welcome to apply,
· Computer literate; MS Office
· Fluency in English
· Good player in team work and good interpersonal communication skills
· Job location in Surabaya

SPECIFIC REQUIREMENTS:
· Good knowledge about ISO 9000 & Health Safety management

If you are interested in career opportunity with us, please submit your CV/resume and recent photograph, not later than September 10, 2008 to:

Recruitment Officer
Jl. Margorejo Indah Blok D 512
Surabaya 60237

Or email to:

hrd@k3m.biz

Senin, 08 September 2008

PENGALAMAN LEMBAGA:

PENGALAMAN LEMBAGA:

  1. Pelaksana Pemetaan Potensi Sumber Daya Alam Kawasan Pesisir di delapan Kabupaten di Jawa Timur Tahun 2004. Bermitra dengan LPM Universitas Negeri Malang (UM) dan LSM SPEKTRA Surabaya
  2. Pelatihan Kewirausahaan Budidaya Tanaman Hias Bagi Lulusan Sarjana Dalam Upaya Penyiapan Lapangan Kerja Mandiri Tahun 2006. Bermitra dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Propinsi Jawa Timur
  3. Pelaksana Pemetaan potensi ekonomi kawasan Propinsi Jawa Timur dalam rangka Program Pengentasan Kemiskinan Tahun 2006. bermitra dengan LPM UM dan LSM SPEKTRA Surabaya
  4. Tim Pendamping Program Klaster 2005 dan Klaster 2006 di beberapa Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 - 2006. Bermitra dengan LSM SPEKTRA
  5. Tim Pendamping Lembaga Keuangan Masyarakat Pantai dan Coastal Fishery Management Resources untuk Kabupaten Trenggalek Tahun 2006. Bermitra dengan LSM SPEKTRA
  6. Pelaksana Pemetaan potensi sampah organik untuk Kawasan Malang, Surabaya dan Sidoarjo Tahun 2006. Bermitra dengan LPM UM dan Balitbangprop Jatim
  7. Eksplorasi Potensi dan Studi lapangan Pesisir Pulau Sempu—Kabupaten Malang Tahun 2006
  8. Pelatihan Rintisan Model Pembelajaran Lingkungan Melalui Kepramukaan tahun 2006. Bermitra dengan LPM UM

Visi dan Misi RHIZOPHORA

Visi RHIZOPHORA adalah menjadi jembatan menuju masyarakat yang cerdas dan mandiri.


Misi RHIZOPHORA antara lain:

  1. Melaksanakan pengkajian dan pengembangan lingkungan terutama di bidang sumber daya alam dan konservasi lingkungan.
  2. Memberdayakan masyarakat khususnya dalam peningkatan ekonomi yang berbasis pada sumber daya alam.
  3. Menyelenggarakan dan atau memfasilitasi layanan pendidikan masyarakat dalam bentuk pelatihan, kursus, pendampingan dan konsultasi.
  4. Menyelenggarakan dan memfasilitasi seminar, symposium, lokakarya, diskusi dan atau sejenisnya.
  5. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan sumber daya menusia melalui peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan formal.
  6. Melakukan kerjasama dengan organisasi/badan/lembaga baik Pemerintah maupun Swasta didalam dan diluar negeri, yang maksud dan tujuannya sejalan dengan Lembaga ini.
  7. Menjalankan usaha-usaha lainnya yang sah dan berghuna bagi kesejahteraan masyarakat serta kemajuan dan kelangsungan Lembaga.